DUMAI TINTARIAU.COM Rabu, 12 November 2025 – Razia gabungan pertama yang dipimpin Kepala Rumah Tahanan (Ka.Rutan) Kelas II B Dumai yang baru, EI, pada Jum’at (10/10/2025), menuai sorotan tajam, Kegiatan yang diklaim sebagai komitmen pemberantasan barang terlarang itu diduga hanya formalitas, menyusul beredarnya dugaan aktivitas narkotika dan bebas dalam penggunaan handphone (HP) oleh warga binaan.
EI, yang baru dilantik pada (30/9/2025) dan memulai tugas di Dumai pada (1/10/2025), menyatakan razia tersebut adalah tindak lanjut perintah Dirjen Pemasyarakatan, Razia difokuskan pada area tempat tidur dan lemari warga binaan.
“Beberapa barang yang tidak sesuai ketentuan telah dimusnahkan dengan disaksikan APH,” ujar EI dalam keterangannya.
Namun, pihak Rutan Dumai terkesan tertutup mengenai rincian barang temuan saat razia di dalam pemberitaan, ini memicu diduga bahwa razia tersebut hanya seremonial pimpinan yang baru dan tidak menyentuh akar masalahnya.

Dugaan Pesta Narkoba dan bebas nya Komunikasi HP dari Dalam Blok menambah Kecurigaan publik, diperkuat lagi oleh kesaksian yang diterima tim wartawan dari seorang narasumber yang terpercaya. Narasumber tersebut mengungkapkan fakta mengejutkan dari balik jeruji besi Rutan Dumai.
“Di dalam Rutan Kelas II B Dumai, alat komunikasi berupa Handphone diduga bebas berada di dalam kamar warga binaan, Yang lebih parah lagi, diduga Narkoba jenis sabu bebas juga diperjual belikan didalam rutan dumai,” ujar narasumber yang identitasnya dilindungi.
Sebagai penguat, narasumber menunjukkan foto seorang napi ( indentitas dan kamar nya di rahasiakan ) yang diduga sedang bersiap mengkonsumsi sabu, Tak hanya itu, rekaman video komunikasi via HP dengan napi di kamar yang berbeda terkait dugaan transaksi narkoba, serta video yang menunjukkan aksi napi sedang ‘ON’ (mengonsumsi sabu) di dalam kamar hunian, turut disertakan.
KPR Akui Kemungkinan “Ulah Oknum”
Ditempat terpisah (Rutan Dumai ) Saat dikonfirmasi mengenai temuan ini ( Senin 3 November 2025 ), Kepala Pengamanan Rutan (KPR) Dumai, AFM, menegaskan bahwa alat komunikasi mutlak dilarang.

“Alat komunikasi tidak dibenarkan masuk ke dalam, Makanya jika ada informasi semacam itu, tolong beritahu ke kami,” kata AFM.
Namun, ketika didesak terkait bagaimana diduga narkotika bisa bebas beredar didalam rutan, sementara pemeriksaan pengunjung yang ingin mengunjungi keluarga nya sangatlah ketat,
AFM mengindikasi terkesan adanya masalah internal sehingga mengatakan “Petugas rutan itu otaknya berbeda-beda, Pak, buk, Narkoba itu bisa masuk, Diduga itu ulah oknum, Siapa lagi kalau bukan oknum,” jelasnya.
Ketua LBH Cinta Lingkungan Pencari Keadilan (CLPK), Sutrisno, saat di mintai tanggapan nya, Sutrisno yang akrap di sapa Ongah Sutris ini Mengatakan,”Ia mengecam keras situasi ini, Ia menyebutkan razia yang di lakukan olek Ka.Rutan yang baru diduga formalitas, sementara pesta narkoba beredar adalah sebuah ironi dan tamparan keras bagi sistem pemasyarakatan.

Menurutnya, pernyataan KPR yang menyalahkan “oknum” adalah bentuk pengakuan atas kegagalan sistem pengawasan internal. “Itu adalah pengakuan adanya kegagalan sistemik. Di mana peran KPR dan Ka.Rutan sebagai pimpinan?” tegas Ongah Sutris.
Lanjut Ongah Sutris “Mustahil HP dan sabu bisa masuk dan beredar bebas di banyak kamar tanpa ada pembiaran atau keterlibatan yang terstruktur.”Ongah Sutris mendesak adanya investigasi serius dari pihak eksternal.
“Kami dari DPK LBH CLPK Kota Dumai, mendesak Kakanwil Kemenkumham RI Riau, Dirjen PAS, Ombudsman RI, BNN, TNI, dan Polri untuk turun tangan melakukan investigasi menyeluruh,” lanjutnya.
Ancaman Sanksi Berat Bagi Pejabat Lalai.
Sutrisno memaparkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, pejabat yang lalai dapat dikenai sanksi berat.

1.Bagi Oknum (Pelaku): Petugas yang terbukti terlibat langsung dapat dijatuhi Hukuman Disiplin Tingkat Berat berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), serta dipidana sesuai UU Narkotika.
2.Bagi Atasan (Ka. Rutan & KPR): Meski tidak terlibat langsung, atasan yang lalai dalam pengawasan dan gagal mencegah pelanggaran bawahan dapat dijatuhi Hukuman Disiplin Tingkat Berat, Sanksinya, sesuai Pasal 8 dan 11 PP 94/2021, bisa berupa penurunan jabatan, pembebasan dari jabatan (pencopotan), hingga pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
“LBH CLPK akan mengirim surat laporan kepada pihak-pihak terkait berdasarkan data yang kami miliki,” tutup Sutrisno.
( Redaksi TR/ Sri.N )














