DUMAI TINTARIAU.COM Selasa, 7 Oktober 2025 – Kuasa hukum keluarga almarhumah Fellyansha Libby Anasthaya, Eko Saputra, SH,.MH membantah keras pernyataan Plt. Direktur Utama RSUD dr.Suhatman.MARS Kota Dumai, dr. M. Hafidz Permana, yang mengklaim tidak ada malapraktik dalam penanganan medis pasien.
Menurut Eko, klarifikasi tersebut justru membuka tabir kejanggalan yang mengarah pada dugaan kelalaian serius, Eko menegaskan bahwa klaim RSUD Dumai yang menyebutkan persoalan ini hanya sebatas “kesalahan komunikasi” adalah upaya mengaburkan fakta yang sebenarnya.
“Komunikasi mana yang dimaksud salah ? Faktanya, sejak awal ada perbedaan diagnosis fundamental antara yang disampaikan tim medis kepada orang tua pasien dengan yang diungkapkan oleh Plt. Dirut RSUD,” ujar Eko.
Ia merinci, awalnya tim medis yang merawat pasien menyatakan bahwa almarhumah mengalami gangguan pada paru-paru, Namun, dalam klarifikasi resmi Plt. Dirut RSUD dr. M. Hafidz Permana menyebutkan pasien didiagnosis mengalami gangguan saraf.
“Perbedaan diagnosis ini sangat tidak masuk akal secara logika dan ilmiah. Bagaimana bisa dua dokter menganalisis penyakit dengan hasil yang bertolak belakang?” tanyanya, Inkonsistensi ini ujarnya juga.
lanjutnya Eko, ini memperkuat dugaan bahwa telah terjadi malapraktik. “Jika diagnosisnya saja sudah tidak sinkron, patut diduga terapi atau obat yang diberikan pun salah, Fellyansha ini manusia, bukan kelinci percobaan,” tegasnya dengan nada tinggi.
Selain masalah diagnosis, Eko juga menyoroti kejanggalan terkait pengadaan obat, Keluarga pasien, yang notabene merupakan peserta BPJS, diminta untuk membeli obat di luar.
Dengan alasan stok kosong dan ada batas tanggungan obat yang dicover BPJS telah habis dan tidak di cover lagi oleh BPJS, namun anehnya obat yang mau di beli orang tua pasien ada di apotek di lingkungan RSUD Dumai.
“Pasien BPJS seharusnya dijamin penuh, Namun mereka justru dibebankan membeli obat sendiri.
Lebih ironisnya lagi, setelah obat itu dibeli dengan susah payah oleh keluarga, obat tersebut sama sekali tidak digunakan oleh pihak rumah sakit, dengan alasan obat tersebut adalah obat penganti yang rumah sakit punya dalam klarifikasi Plt. Dirut RSUD Dumai, ungkap Eko.
Ia pun mempertanyakan, “Apakah ini bentuk kelalaian, atau ada unsur kesengajaan yang merugikan pasien hingga berujung pada hilangnya nyawa pasien ?”
Dengan berbagai kejanggalan tersebut, pihak kuasa hukum menyimpulkan bahwa pernyataan RSUD Dumai tidak menjawab substansi masalah, Sebaliknya, klarifikasi Plt. Dirut RSUD Dumai dr. M. Hafidz Permana itu justru membuka celah dugaan kuat telah terjadi malapraktik dan kelalaian medis fatal.
“Kami tegaskan, ini bukan sekadar salah komunikasi, Ini menyangkut nyawa seorang anak dan tanggung jawab hukum rumah sakit dalam memberikan pelayanan sesuai standar profesi.
Oleh karena itu, kami akan menempuh langkah hukum agar kasus ini diusut secara transparan dan adil,” tutupnya.
( Redaksi TR / Sri.N )